Perkawinan
adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum
antar pribadi yang membentuk hubungan
kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi -
yang biasanya intim dan seksual. Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan
dengan upacara pernikahan. Umumnya
perkawinan dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga.
Tergantung
budaya setempat bentuk perkawinan bisa
berbeda-beda dan tujuannya bisa berbeda-beda juga. Tapi umumnya perkawinan itu
ekslusif dan mengenal konsep perselingkuhan sebagai pelanggaran terhadap
perkawinan. Perkawinan umumnya dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga. Umumnya perkawinan harus
diresmikan dengan pernikahan.
Firman
Allah SWT:
“Dan
nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang
layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan mengkayakan mereka dengan karunia-Nya.
Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui.” (QS. An Nuur (24) : 32)

Menikah
adalah fitrah manusia. Rasulullah saw. menyebut menikah sebagai sunahnya.
Bahkan, Nabi berkata, siapa yang membenci sunahnya, tidak termasuk dalam
golongannya.
Setiap
kita, pasangan muslim dan muslimah yang melakukan pernikahan, paham betul bahwa
tujuan menikah yang utama adalah untuk mendapatkan ridha Allah. Setelah itu
untuk mewujudkan keluarga yang sakinah mawahdah wa rahmah dan meneruskan
keturunan dengan memperoleh anak-anak yang saleh dan salehah. Kita juga
menyadari bahwa lembaga keluarga yang kita bentuk adalah wadah untuk melaku
proses perubahan, baik untuk diri kita sendiri, keluarga, dan masyarakat.
Sepasang
suami-istri yang dipersatukan oleh ikatan pernikahan juga sadar bahwa keluarga
adalah organisasi kecil yang memiliki aturan dalam pengelolaannya. Karena itu,
sepasang suami-istri harus bisa memahami hak dan kewajiban dirinya atas
pasangannya dan anggota keluarga lainnya.
Sepasang
suami-istri dalam berinteraksi di rumah tangga sepatutnya melandasi hubungan
mereka dengan semangat mencari keseimbangan, menegakkan keadilan, menebar kasih
sayang, dan mendahulukan menunaikan kewajiban daripada menuntut hak.
Firman
Allah SWT
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah
Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Qs. Ar. Ruum (30) : 21)
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan
perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi pelindung (penolong) bagi sebahagian
yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang
munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan
Rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah ; sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. At Taubah (9) : 71)
Kewajiban
seorang istri terhadap suaminya adalah pertama, mentaati suami. Namun, dalam
mentaati suami juga ada batasannya. Batasan itu adalah seperti yang disabdakan
Rasulullah saw., “Tidak ada ketaatan terhadap makhluk untuk bermaksiat kepada
Allah, Sang Pencipta.”
Kewajiban
seorang istri terhadap suami yang kedua adalah menjaga kehormatan dirinya,
suami, dan harta keluarga. Ketiga, mengatur rumah tangga. Keempat, mendidik
anak-anak. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah
saw. bersabda, “Wanita adalah pengasuh dan pendidik di rumah suami, dan
bertanggung jawab atas asuhannya.” Keluarga adalah prioritas seorang istri,
meski tidak ada larangan baginya untuk melakukan peran sosialnya di masyarakat
seperti berdakwah, misalnya.
Dan
kewajiban lain seorang istri kepada suaminya adalah berbuat baik kepada
keluarga suami.
Sedangkan
kewajiban seorang suami kepada istrinya adalah pertama, membayar mahar dengan
sempurna. Kedua, memberi nafkah. Rasulullah saw. bersabda, “Takutlah kepada
Allah dalam memperlakukan wanita, karena kamu mengambil mereka dengan amanat
Allah dan kamu halalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah; dan kewajiban
kamu adalah memberi nafkah dan pakaian kepada mereka dengan baik.”
Ketiga,
suami wajib memberi perlindungan kepada istrinya. Keempat, melindungi istri
dari siksa api neraka. Ini perintah Allah swt., “Hai orang-orang yang beriman,
selamatkan dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
Kewajiban
keempat, mempergauli istri dengan baik. Allah berfirman, “Dan pergaulilah
mereka dengan cara yang baik.” (An-Nisa: 19)
Rasulullah saw. bersabda, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya; dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.” (Tirmidzi)
Rasulullah saw. bersabda, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya; dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.” (Tirmidzi)
Muasyarah
bil ma’ruf
Di
ayat 19 surat An-Nisa di atas, Allah swt. menggunakan redaksi “muasyarah bil
ma’ruf”. Makna kata “muasyarah” adalah bercampur dan bersahabat. Karena
mendapat tambahan frase “bil ma’ruf”, maknanya semakin dalam. Ibnu Katsir dalam
tafsirnya menulis makna “muasyarah bil ma’ruf” dengan “perbaikilah ucapan,
perbuatan, penampilan sesuai dengan kemampuanmu sebagaimana kamu menginginkan
dari mereka (pasanganmu), maka lakukanlah untuk mereka.”
Sedangkan
Imam Qurthubi dalam tafsirnya menerangkan makna “muasyarah bil ma’ruf” dengan
kalimat, “Pergaulilah istri kalian sebagaimana perintah Allah dengan cara yang
baik, yaitu dengan memenuhi hak-haknya berupa mahar dan nafkah, tidak bermuka
masam tanpa sebab, baik dalam ucapan (tidak kasar) maupun tidak cenderung
dengan istri-istri yang lain.”
Adapun
Tafsir Al-Manar menerangkan makna ”muasyarah bil ma’ruf” dengan kalimat,
“Wajib atas orang beriman berbuat baik terhadap istri mereka, menggauli dengan
cara yang baik, memberi mahar dan tidak menyakiti baik ucapan maupun perbuatan,
dan tidak bermuka masam dalam setiap perjumpaan, karena semua itu bertentangan
dalam pergaulan yang baik dalam keluarga.”
Di
antara bentuk perlakuan yang baik adalah melapangkan nafkah, meminta pendapat
dalam urusan rumah tangga, menutup aib istri, menjaga penampilan, dan membantu
tugas-tugas istri di rumah.
Salah
satu hikmah Allah swt. mewajibkan seorang suami ber-muasyarah bil ma’ruf kepada
istrinya adalah agar pasangan suami-istri itu mendapatkan kebahagiaan dan
ketenangan dalam hidup. Karena itu, para ulama menetapkan hukum melakukan
“muasyarah bil ma’ruf” sebagai kewajiban yang harus dilakukan oleh para suami
agar mendapatkan kebaikan dalam rumah tangga.
Karena
itu, para suami yang mendambakan kebaikan dalam rumah tangganya perlu mendalami
tabiat perempuan secara umum dan tabiat istrinya secara khusus. Jika menemukan
ada sesuatu yang dibenci dalam diri istri, demi kebaikan keluarga temukan lebih
banyak kebaikan-kebaikannya. Suami juga harus tahu apa perannya dalam rumah
tangga. Dan, jangan pernah mencelakan istri dengan kekerasan, baik secara fisik
maupun mental. Ketika seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw.,” Apa hak
istri terhadap suaminya?” Rasulullah saw. menjawab, “Memberi makan apa yang
kamu makan , memberi pakaian apa yang kamu pakai, tidak menampar mukanya, tidak
membencinya serta tidak boleh memboikotnya.”
Bagaimana
jika timbul perselisihan? Cekcok antara suami-istri adalah hal yang manusiawi.
Jika Rasulullah saw. memberi toleransi waktu tiga hari bagi dua orang muslim
saling mendiamkan satu sama lain, alangkah baiknya jika suami-istri saling
mendiamkan di pagi hari, di malam harinya sudah bisa saling senyum lagi.
Kenapa?
Sebab,
pasangan suami-istri muslim dan muslimah paham betul bahwa perselisihan mereka
adalah gangguan Iblis. Rasulullah saw. pernah menerangkan kepada para sahabat,
“Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air, kemudian dia mengirim
pasukannya, maka yang paling dekat kepadanya, dialah yang paling besar
fitnahnya. Lalu datanglah salah seorang dari mereka seraya berkata: aku telah
melakukan ini dan itu, Iblis menjawab, kamu belum melakukan apa-apa. Kemudian
datang lagi yang lain melapor, aku mendatangi seorang lelaki dan tidak akan
membiarkan dia, hingga aku menceraikan antara dia dan istrinya, lalu Iblis
mendekat seraya berkata, “Sangat bagus kerjamu” (Muslim)
Begitulah,
Iblis menjadikan menceraikan pasangan suami-istri sebagai prestasi tertinggi
tentaranya. Karena itu, Islam mencegah perbuatan yang bisa menyebabkan
perselisihan suami-istri. Karena itu, jika cekcok dengan pasangan hidup Anda,
segera selesaikan masalahnya. Upayakan selesaikan masalah rumah tangga sendiri.
Jangan menghadirkan pihak ketiga. Jika belum selesai juga, hadirkan seseorang
yang bisa menjadi hakim yang bisa diterima kedua belah pihak.
Seiring
dengan panjangnya perjalanan waktu dan lika-liku kehidupan, kadang ikatan
pernikahan mengkendur. Karena itu, perkuat lagi ikatan itu dengan
mengingat-ingat kembali tujuan pernikahan. Bangun komunikasi yang positif.
Komunikasi adalah kunci keharmonisan. Karena itu, pahami betul cara
berkomunikasi pasangan Anda. Dan, hidupkan syuro dalam keluarga. Bahkan untuk
urusan kecil sekalipun perlu dibicarakan bersama, hilangkan masalalu yang
begitu suram yang akan membuat pasangan suami isteri menjadi pecah, yang
terpenting” Acuhkan pendapat (omongan ) orang lain yang tidak bermanfaat yang
akan membuat ketersinggungan dan membawa mala petaka, karena di sebagian mereka
ada yang tidak senang melihat keluaraga tetangganya “bahagia” Insya Allah,
Allah swt. akan memberi kebaikan yang banyak dalam keluarga Anda. Amin.