"TERWUJUDNYA USAHA KELAUTAN DAN PERIKANAN YANG MAJU DAN BERDAYA SAING UNTUK MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH”

KENANG-KENANGAN GOWES......!!!!!!!!!!



SEKILAS INFO



 
NASIONAL - KESEHATAN
Sabtu, 17 Maret 2012 , 07:46:00

JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meminta Wen Ken Drug Pte Ltd (WKD) Singapura agar segera menarik larutan penyegar Cap Kaki Tiga dari pasaran. Pasalnya, minuman yang diklaim sebagai obat panas dalam itu bukan termasuk minuman pengobatan, tetapi hanya air.

"Mereka harus segera melakukan beberapa hal, pertama menarik lalu memusnahkan serta tidak mengedarkan lagi larutan penyegar Cap Kaki Tiga. Perintah penarikan itu tertuang dalam surat BPOM bernomor PW.10.01.431.02.12.0533 yang telah kami kirimkan kepada produsen," ujar Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen BPOM, Sukiman Said Umar kemarin.

Alasan penarikan itu adalah keputusan Ditjen HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) No.HKI.4.HI.06.06.06-21/2012 tanggal 10 Februari 2012 lalu yang menegaskan bahwa merek larutan penyegar Cap Kaki Tiga termasuk "golongan barang 32" atau produk berupa air. "Itu berarti produk tersebut sama kelasnya seperti air mineral, air soda dan minuman bukan alkohol lainnya seperti dari buah, perasan buah atau sirup-sirup," katanya.

Ditjen HAKI telah mencabut merek dagang Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga pada 20 Februari lalu. Sukiman menilai merek itu juga telah melanggar Permenkes No. 46/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional. "Berdasar Permenkes itu, pendaftaran obat tradisional dibatalkan apabila penandaan obat tradisional yang bersangkutan menyimpang dari yang disetujui," tegasnya.

Meski demikian, saat melakukan inspeksi ke pasar-pasar, Sukiman mengaku masih menemukan produk tersebut. Oleh karena itu, BPOM meminta produsen segera melaporkan hasil penarikan dan pemusnahan yang dilakukan dalam waktu tiga bulan ke depan sejak surat dilayangkan, "Produsen wajib melaporkan hasil pelaksanaannya kepada BPOM cq Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen," lanjutnya..

Pengurus Harian YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), Tulus Abadi mengaku telah mengingatkan BPOM agar segera menertibkan peredaran larutan penyegar Cap Kaki Tiga karena tidak sesuai dengan iklannya. " Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen sangat jelas bahwa produsen yang merugikan konsumen, baik secara isi produk, tampilan," atau kemasan adalah pelanggaran," tambahnya.

Oleh sebab itu, menurut dia, perusahaan yang melakukan pelanggaran dalam merk dagang pun bisa dituntut menggunakan UU no 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen."Desakan YLKI ini merupakan bentuk perlindungan bagi konsumen agar tidak terjebak dalam tipu daya produsen. "Konsumen harus dilindungi, penegakan hukum harus dilaksanakan," tegasnya.

Sebagai informasi, WKD adalah pemilik mereka Cap Kaki Tiga dan berasal dari Singapura. Perusahaan yang sudah berdiri sejak 1937 itu awalnya menunjuk PT Sinde Budi Sentosa (Sinde) untuk memasarkan produk larutan penyegar Cap Kaki Tiga pada 1978. Pada 4 Februari 2008 lalu, kemitraan antara WKD dan Sinde berakhir. Lisensi lalu dialihkan ke PT Kinocare Era Kosmetindo sejak 28 April 2011. Sinde akhirnya membuat produk sendiri dengan merek yang lain. (wir/ttg)

Bupati Tuding Aksi Penolakan Pasir Laut Ditunggangi

Serang –  Bupati Serang Taufik Nuriman menuding aksi penolakan penambangan pasir laut yang dilakukan oleh warga Pulo Panjang, Kecamatan Pulo Ampel, Kabupaten Serang ditunggangi. Karena, sejak penambangan pasir dilakukan 2004 silam ini, baru akhir-akhir ini menimbulkan gejolak dari masyarakat.
“Kalau menuduh itu mananya suudzon, namun jika melihat reaksi yang sekarang (aksi penolakan) patut dipertanyakan,” ujar Taufik Nuriman usai melakukan audiensi dengan warga Pulo Panjang yang melakukan aksi penolakan penambangan pasir laut, Kamis (15/3/2012). 
Taufik Nuriman mengatakan, dirinya pernah berkunjung ke Pulo Panjang. Warga Pulo Panjang menerima adanya penambangan pasir laut itu. “Warga disana malah berterimaksih, karena dengan adanya penambangan itu warga pun ikut menikmati hasilnya,” tuturnya.
Taufik Nuriman juga mengatakan untuk menghentikan penambangan pasir sangat kecil dilakukan. Karena pada dasarnya kegiatan penambangan tersebut juga untuk mensejahterakan rakyat. “Apa salahnya memanfaatkan pasir yang ada, karena disitu ada nilai uang yang kemudian bisa digunakan untuk memperbaiki  infrastruktur,” kata Bupati.
Meski demikian, Taufik juga menegaskan akan menegur perusahaan penambang pasir jika peraturan jarak yang telah ditetapkan tidak ditepati, yaitu melakukan aktifitas penyedotan dengan jarak kurang dari 20 mil dari bibir pantai. “Ada Balai Lingkungan Hidup dan Dinas Kelautan yang mengawasi hal ini,” pungkasnya.
Sebelumnya, masyarakat Pulo Panjang diminta untuk menutup penambangan pasir, karena akibat yang ditimbulkan dari penambangan tersebut hanya menyengsarakan rakyat dan merusak ekosistem laut.
Ketua front kebangkitan petani dan nelayan Pontang-Tirtayasa (FKPN Pontirta) Kabupaten Serang Supiyadi mengatakan, penambangan pasir yang dilakukan oleh PT Jetstar di pantai utara Banten khususnya di dekat dengan Pulo Panjang mengakibatkan para nelayan kesulitan untuk mendapat ikan.
“Selain menyengsarakan nelayan, penambangan pasir juga merusak ekosistem laut,” ujar Supiyadi, di sela-sela orasi, di depan kantor bupati Serang, Kamis (15/3).
Supiyadi juga menegaskan, warga Pulo Panjang telah menolak keras jika Pemerintah Kabupaten Serang memeberikan kompensasi kepada warga sebagai ganti rugi kerusakan ekosistem laut. “Nelayan yang dulunya sangat mudah mendapatkan ikan, setelah ada penambangan pasir laut ikan di pantai utara sangat sulit didapatkan oleh nelayan,” paparnya.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga memberikan ultimatum kepada bupati, jika dalam jangka waktu maksimal 3x24 jam terhitung 15 Maret tunttutan tersebut tidak dipenuhi, maka pihaknya akan melakukan pemberhentian penambangan pasir laut dengan caranya sendiri. “Kami tidak akan pernah membiarkan kapal-kapal pengangkut pasir itu bebas lalu lalang di daerah kami,” tegasnya.
Tya, 37, salah seorang warga Pulo Panjang menambahkan, akibat dari penambangan pasir tersebut sebenarnya telah dirasakan sejak 2004 silam. Namun saat itu warga tidak mempunyai keberanian untuk menolak, baru saat ini setelah penambangan pasir itu merajalela di wilayahnya, warga baru menetukan sikap.
“Salah satu dampak yangkami raskan adalah air sumur yangmenajdi asin, sehingga kami terpaksa beli air mineral dari warung. Tapi bagi kami rakyat kecil, untuk membeli air bersih itu sangat sulit,” paparnya.
Dampak lain dari adanya aktifitas penambangan pasir itu, lanjut Tya, yakni ikan-ikan makin sulit didapat. Padahal, mayoritas pendudukan di Pulo Panjang bermata pencarian sebagai nelayan. “Jika dalam jangka tiga bulan penambangan pasir itu tetap jalan, mungkin saat itu kami sudah mati kelaparan,” ujar dia.
Sekira pukul 11.00 WIB, atau satu jam setelah mereka melakukan orasi, akhirnya warga diminta untuk beraudiensi dengan Bupati Serang. Namun, dalam audiensi antara warga dengan Bupati Serang yang memakan waktu satu jam itu, warga tidak mendapatkan penyelesaian yang jelas.

Proyek PPP Labuan Terkendala Relokasi

PANDEGLANG PSDKP – Pembangunan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) di Kecamatan Labuan, Pandeglang, yang merupakan program kerjasama antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten belum bisa dilaksanakan.  Hal itu karena terkendala relokasi penduduk yang saat ini menempati area pelabuhan.
Hal itu diungkapkan Kabid Sumberdaya Kelautan DKP Banten, H. Mahyudin.  Menurutnya, lahan Balai Pelabuhan Perikanan Pantai (BPPP) memiliki luas mencapai 4 hektar lebih.
Namun, area pelabuhan tersebut juga dihuni oleh 840 kepala keluarga (KK), sehingga untuk meningkatkan status BPPP menjadi PPP, pemerintah harus melakukan relokasi penduduk terlebih dahulu, padahal dahulu penduduk yang menghuni cuma 400 Kepala keluarga.
“Pembangunan PPP tersebut mengalami kendala, lantaran warga yang berprofesi nelayan tinggal di area pelabuhan sejak pemerintahan Jawa Barat (Jabar) belum mau direlokasi,” kata H. Mahyudin, saat acara kunjungan Wakil Gubernur Banten, Rano Karno, di Balai Pelabuan Perikanan Pantai Labuan, Pandeglang, Jumat (16/3).
Ia menjelaskan, dahulu jumlah penduduk yang tinggal di area pelabuhan tersebut sekitar 400 kepala keluarga. Namun saat ini jumlah penduduk yang tinggal di area pelabuhan meningkat dua kali lipat mencapai 840 kepala keluarga.
Hal senada disampaikan Kepala DKP Banten, Ir.H. Suyitno.MM  Menurutnya, DKP Banten telah menyiapkan lahan seluas 2,7 hektar untuk area relokasi warga. Namun sampai saat ini, baru 13 kepala keluarga yang sudah pindah ke area tersebut.
Ia mengaku, warga yang tinggal di area pelabuhan sulit pindah ke lokasi baru, karena keterbatasan anggaran warga yang tidak sanggup untuk membangun rumah. Sedangkan anggaran pemerintah untuk membangun rumah-rumah untuk relokasi itu terbatas.
Kepala DKP menjelaskan, Pemprov Banten telah mengusulkan bantuan APBN ke Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan sebesar Rp100 miliar.
Dana tersebut akan digunakan untuk membangun pelabuhan perikanan pantai dan melengkapi fasilitas yang lain, di antaranya untuk membangun dermaga, pabrik es, dermaga docking (perbaikan) kapal, pasar ikan dan wisata bahari.
“Namun, pemerintah belum mau mengucurkan dana itu jika masih ada warga nelayan yang masih tinggal di area pelabuhan. Inilah yang menjadi kendala mengapa program pembangunan Pelabuhan Perikanan Pantai Labuan belum terbangun,” katanya.
Menanggapi hal tersebut, Rano Karno meminta warga nelayan untuk mau direlokasi ke lahan yang telah disediakan, supaya pembangunan PPP bisa berjalan.
“Kami pindahkan ini bukan untuk menjauhkan nelayan dari area pelabuhan, tetapi justru untuk mengembangkan pelabuhan sebagai mata pencaharian nelayan,” kata Rano.
Rano mengatakan, apabila warga tidak mau direlokasi, maka pembangunan PPP akan semakin lama. Wagub juga meminta kesadaran masyarakat untuk pindah, sebab jika tidak mau pindah justru wargalah yang dirugikan.
“Karena semuanya untuk warga nelayan sendiri.

Rumah Hancur Dihantam Gelombang Laut





PANDEGLANG-Sebanyak 31 rumah di Kampung Pesisir, Desa Sidamukti, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Pandeglang, hancur dihantam gelombang pasang,  Minggu (11/3) dini hari, sekira pukul 01.00 WIB.
Pantauan Radar Banten, Minggu (11/3) pukul 09.00 WIB, sejumlah warga yang rumahnya hancur membersihkan puing-puing rumah. Mereka mengumpulkan puing-puing itu untuk dapat digunakan lagi menambal rumah mereka.
Salah satu warga Kampung Pesisir yang rumahnya hancur, Toyib (50), me­ngakui tidak menyangka musi­bah gelombang pasang terjadi lan­taran sebelumnya tak ada tanda-tan­da wilayah Sidamukti dilanda ge­lom­bang. Kata Toyib, pada Ming­gu dini hari turun hujan deras ditam­bah angin kencang. “Saat kejadian saya dan keluarga kaget, ka­rena air laut tiba-tiba sudah ber­­ada di samping rumah,” katanya.
Lantaran panik, Toyib dan ke­luarganya memutuskan keluar ru­mah dan tidak sempat meng­aman­kan barang-barang berharga yang berada di dalam rumah. “Pada waktu itu saya berlari keluar mencari tempat yang aman,” ungkapnya.
Ia mengungkapkan, saat kejadian, tinggi gelombang di perairan Sukaresmi mencapai lima meter. “Kita berhamburan keluar takut terjadi tsunami,” kenangnya.
Senada dikatakan warga Kampung Pesisir lainnya yakni Amsar (80). Kata dia, mayoritas warga yang rumahnya hancur masih mengungsi di rumah saudara dan tetangga yang rumahnya selamat. “Kami balik ke rumah untuk membersihkan puing-puing, kami takut gelombang pasang kembali terjadi,” tuturnya.
Sementara korban lain, Warna (45), mengakui warga yang rumahnya hancur mengalami kerugian puluhan juta rupiah. “Kami belum bisa memastikan nominalnya, karena kami saat ini masih syok,” ungkapnya yang dimini para korban yang lain.
Ditemui di ruang kerjanya, Sekretaris Desa (Sekdes) Sidamukti Nendi Nasaroji menuturkan bahwa mayoritas warga yang menjadi korban gelombang pasang berprofesi sebagai nelayan. “Kami juga merasa kaget dengan musibah ini, karena ini merupakan yang peratama kalinya terjadi. Kalaupun ada gelombang pasang, biasanya tak sampai menghancurkan rumah,” tukasnya.
Kata Nendi, masih mendata korban. “Senin besok (12/3) insya Allah data korban plus jumlah kerugian akan kita sampaikan ke kecamatan dan Pemkab Pandeglang,” janjinya.
Camat Sukaresmi Enjan Sujana menegaskan telah meng­informasikan kejadian kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Pandeglang. “Informsinya baru sebatas lisan karena kita belum mendapat berita lebih detil dari aparat desa,” tuturnya.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Pandeglang Anwar Fauzan mengatakan,  sudah menyiapkan bantuan berupa beras dan sembako untuk para korban. “Kita tahu informasi setelah di-SMS oleh Pak Camat,” tuturnya.
Soal bantuan peralatan rumah, Anwar mengaku akan berkoordinasi dengan Dinsos Banten dan Kementerian Sosial (Kemensos) agar mengucurkan program pengadaan rumah layak huni (RLH). “Insya Allah akan kita anggarkan pada perubahan APBD tahun 2012 nanti atau APBD tahun 2013 untuk membantu pengadaan rumah yang hancur akibat gelombang pasang,” janjinya.
Satu Nelayan Hilang
Sementara itu salah satu nelayan asal Kecamatan Panimbang yakni Budi (25) hingga kemarin sore belum ditemukan. Ia terpeleset dari kapal saat akan pulang melaut dari Pulau Popole (Kecamatan Panimbang) Minggu (11/3) sekira pukul 04.30 WIB. “Budi terpeleset dari kapal karena pada saat itu cuaca buruk melanda perairan Panimbang, Budi sempat berpegangan pada kayu kapal, namun karena ombak deras, ia akhirnya terbawa arus,” kata salah satu nelayan asal Panimbang, Anih (40), yang ditemui di Pantai Panimbang.
Kata Anih, para nelayan di Kecamatan Panimbang hingga pukul 12.00 WIB kemarin, masih mencari Budi. “Saat ini (Minggu sore, 11/3) kami menghentikan pencarian, karena terkendala cuaca buruk,” ungkapnya.
Kapolsek Panimbang AKP Suradi membenarkan bahwa salah satu nelayan asal Kecamatan Panimbang hilang akibat gelombang tinggi. Ia mengimbau kepada para nelayan saat cuaca buruk untuk tidak melaut. “Kami juga akan meminta bantuan Polair Panimbang untuk mencari Budi,” jelasnya. (mg-13/alt/ags)
(sumber Rada Banten)

masukan kode shoutbox/buku tamu sobat di sini

Ngiringan