JAKARTA-Kementerian
Kelautan dan Perikanan menetapkan pari manta karang (manta alfredi) dan manta
oseanik (manta birostris) sebagai jenis ikan yang dilindungi karena mengalami
ancaman kepunahan yang cukup tinggi.
"Awal
2014 ini sesuai kajian dari litbang dan NGO, kita menetapkan satu kebijakan
baru berlaku hari ini soal perlindungan untuk dua spesies pari manta,"
kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo disela-sela Rakornas
Kementerian Kelautan dan Perikanan 2014, di Jakarta, Selasa.
Perlindungan
terhadap dua spesies ikan tersebut ditetapkan melalui Keputusan Menteri KP
Nomor 04 Tahun 2014 tentang Penetapan Status Perlindungan Pari Manta.
Penetapan
status perlindungan pari manta ini telah mendapatkan rekomendasi ilmiah dari
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan melalui serangkaian tahapan yang
diatur dalam Permen KP 35 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penetapan Status
Perlindungan Jenis Ikan.
Selama
10 tahun terakhir, populasi pari manta karang (manta alfredi) dan manta oseanik
(manta birostris) mengalami penurunan yang cukup ekstrim sekitar 33-57 persen.
Penurunan
ini terjadi terutama di daerah-daerah dimana pari manta menjadi salah satu
target utama perburuan oleh nelayan seperti di perairan Nusa Tenggara (Lombok,
Lamakera, Lamalera, Alor, dan Flores) yang menangkap sekitar 900-1300 individu
dalam setahun.
Peningkatan
lahu penangkapan pari manta ini salah satunya disebabkan karena tingginya
permintaan pelat insang pari manta untuk kebutuhan bahan baku obat tradisional
di China.
"Padahal
pari manta merupakan aset kita untuk kegiatan pariwisata bahari sebagai daya
tarik. Ini sudah berkembang di Nusa Penida (Bali), Raja Ampat, Komodo,
Berau," ujar Sharif kepada Antara.
"Kita
sudah hitung satu ekor pari manta dapat menyumbangkan nilai ekonomi sebesar
Rp9,75 miliar selama hidupnya, angka ini jauh lebih besar bila dibandingkan
jika pari manta dijual untuk kebutuhan konsumsi (insang dan daging) yang
nilainya sekitar Rp1 juta per ekornya," tambahnya.
Sharif
menjelaskan ancaman kepunahan pari manta tidak hanya disebabkan laju
penangkapan yang jauh melebihi ambang batas potensi lestarinya.
Namun
katanya secara biologis ikan pari manta mempunya fekunditas yang rendah, hanya
menghasilkan satu anakan dalam kurun waktu 3-5 tahun dan baru matang seksual
pada usia sekitar 10 tahun.
Lembaga
konservasi dunia International Union for Conservation of Nature) telah
menempatkan pari manta dalam kelompok vulberable atau rawan terancam punah.
Pari
manta juga masuk dalam daftar Appendik II CITES pada CoP CITES yang
dilaksanakan pada bulan Maret tahun 2013 di Bangkok, Thailand karena
kekhawatiran akan ancaman kepunahan pari manta di habitat alam yang disebabkan
oleh perdagangan internasional.
Pasca
penetapan status perlindungan pari manta, KKP akan melalukan beberapa program
antara lain pelaksanaan pengawasan, sosialisasi dan pembinaan, monitoring
populasi, penyusunan rencana aksi pengelolaan, dan pengembangan pariwisata
berbasis pari manta.
Dirjen
Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sudirman Saad mengatakan KKP akan
melakukan kampanye pada masyarakat, sosialisasi pada nelayan, serta memberikan
mata pencaharian alternatif bagi nelayan.
"Pertama
yang kita dekati nelayan tradisional yang melakukan penangkapan pari manta
selama ini. Tentunya jangan sampai pelarangan ini kemudian menyebabkan mereka
kehilangan maya pencaharian," jelas Sudirman.
"Kita
akan memberikan mata pencaharian alternatif sambil menata kawasan itu supaya
bisa menjadi zona pariwisata untuk masyarakat yang dikelola masyarakat dengan
objeknya pari manta," tambahnya. (*/hrb)